Archive for March, 2011


Fata Morgana…

Mari berkhayal tentang Cinta…
Lepaskan belenggu itu sejenak…
Bayangkan semua angan itu terwujud …
Maka terciptalah Fata Morgana …

Amat membius …
Amat memabukkan …
Amat syahdu…
Semua… Fata Morgana …

Ketika angan itu kita raih…
Kita membuyarkan asap cinta suci …
Kita merusak Legenda itu…
Nafsu telah mengalahkan rasa ikhlas…

Biarlah rasa itu berkelana dalam cakrawala biru …
Jangan kita usik kemurniannya …
Jadikanlah rasa itu malaikat pencatat tawakal…
Karena Allah tak akan pernah ingkar …

Alangkah indahnya ikhlas…
Dengan kidung ayat ayat suci …
Dengan Legenda Cinta abadi…
Hingga harumnya bernaung dalam taman surgawi …

Fata Morgana hanyalah ilusi hasrat hati …  

Tujuh desember tahun Sembilan

Ketika rembulan itu dilahap Sang Betara Kala…
Ketika cahaya keemasan itu menghilang…
Kegelapan menyelimuti Macapada…
Tapi seberkas cahaya indah itu menjelma… 

Ketika Cakramanggilingan jadi makna cerita…
Ketika diam adalah awal petaka..

 
Tuhan tak pernah rela…
Dikuaknya tabir kebenaran dengan ribuan pertanda…

Dia tak pernah meninggalkan hambanya yang berdzikir…
Dia tak rela fitnah menghampiri manusia yang bertahmid…
Dia menjaga orang yang membajiri sajadahnya dengan air mata taubat…
Dia mengasihi manusia yang sujud Sahwi dalam khilafnya…

Bila angkara murka merajalela…
Sanghiang Bagaskara membakar buana …
Adalah saat sang maha bencana itu tiba…
Dan… Padang masyhar itu terbuka…dimana manusia berhitung amalnya… 

Saat matahari sejengkal diubun ubun kepala…
Saat sanak saudara tak saling hirau…
Saat sang penghasut terbakar lidahnya …
Saat timbangan amal itu menjadi penyelamat manusia …

Yakinlah saat itu pasti tiba…
Yakinlah bahwa air mata sujudmu menjadi sungai sejuk di surga…
Yakinlah sang angkara hanya pemenang dunia…
Yakinlah ALLAH maha benar dengan segala Firmannya…

Yakinlah bukan 2012…  

Cinema 21, Desember 2009

Sabar itu pelita hati…
Sabar itu makna penantian…
Sabar itu permata yang abadi …
Sabar itu ujian ikhlas …

Betapa indahnya saat itu…
Saat penantian itu berakhir…
Saat waktu bukan penghalang…
Saat sang kekasih memebentangkan tangannya …

Dipeluknya dengan rasa cinta…
Dihangatkannya dengan kasihnya..
Dibelainya dengan penuh kesejukkan…
Hingga ruh itu mengembara dalam nirwana…

Sabarmu adalah samudra yang luas tak bertepi…
Sabarmu menyentuh semesta relung hati..
Maafkan hambamu yang takabur…
Yang tak pernah menghayati rasa ikhlas..

Padahal engkaulah sang pencipta…
Padahal engkaulah maha pengampun..
Berikan hambamu setetes rasa sabar…
Dan… Jadikan hambamu dermaga tempat biduk ikhlas berlabuh…

Cinta sejati adalah sabar yang pernah terucapkan …

Bandung, 5 Desember 2009



Mataku nanar…
Tubuhku gemetar…
Seluruh sendiku ngilu …
Terik itu mengigit …

Aku melayang …
Aku berdendang…
Aku bimbang…
Aku menantinya datang …

Hari itu…
Saat itu…
Tanggal itu…
Penantian itu hilang …
Hanya suaranya…
Hanya gelaknya…
Hanya tulisannya …
Sehingga aku tumbang …

Sakit…
Gelap…
Gema itu datang …
Wajah itu tersenyum …

Belum tiba saatmu…
Belum lengkap amalmu..
Orang orang terkasih menantimu…
Begitu pintu surga itu terbuka…

Ingin aku terlelap dalam peluknya…

Ketidak sempurnaan itu adalah anugerah …
Ketidak sempurnaan itu adalah keindahan …
Ketidak sempurnaan adalah bagian dari takdir …
Ketidak sempurnaan adalah lentera agar kita berfikir …

Karena itu kita melengkapinya dengan ilmu ..
Karena itulah Karya Seni menutupinya dengan keindahan…
Dibekali Cinta orang terkasih membuat sempurna ruang hati kita…
Keimanan memberi cahaya dalam kegelapan dan kegundahan…

Sehingga setiap firman mempunyai makna …
Karena manusia adalah ciptaannya yang paling sempurna..
Diberinya kita nafsu… Diberinya kita akal…
Sehingga setan dan Malaikatpun cemburu ..

Ditiupkannya sedikit Dzatnya …
Dipercayakannya Qada … dan Qadar pada manusia…
Diberinya Rasullulah untuk panutan kita …
Ditulisnya Puisi Swargaloka untuk penunjuk jalan …

Lalu Ketidak sempurnaan itu semakin tak berarti…
Ketika kita bisa saling menghargai…
Ketika kekurangan itu adalah inti dari makna kelebihan…
Akhirnya bila kita mengangkat ikhlas sebagai Nakhoda…

 

Sebenarnya Ketidak Sempurnaan itu tak pernah ada…
Hanya kita belum pandai bersyukur…

Senin tanggal tigapuluh bulan sebelas tahun Sembilan

Dengan mengorbankan hidup manusia terkasihnya …ia ikhlas…
Dengan menyerahkan seluruh tubuhnya… ia ikhlas …
Dengan bilah pedang keikhlasan ia persembahkan buah hatinya…
Dengan wajah tersenyum ia muliakan pengorbanannya…

Allah Maha Adil mencintainya…
Allah Maha Pengasih memuliakannya…
Allah Maha Penyayang mengangkat derajatnya di Dunia dan Akhirat…
Allah Maha Perkasa member Puisinya dalam tiap Sholat…

Dalam tiap Sholat kita mengulang ulang namanya…
Dalam tiap kidung ilahi ada senandungnya…
Dalam tiap persembahan ada legendanya…
Dalam tiap tetes darah Pengorbanan ada kesuciannya…

Sementara kita berhitung amal untuk sebuah Pengorbanan…
Sementara kita sombong dengan sedikit sedekah kita…
Sementara kita berburu Jilatan dunia…
Sementara kita semakin terendam Lendir dosa…

Selembar tikar pandan adalah istana di Surga…
Karena Sholat kita mendulang emas penyangga tiang tawakal…
Sekerat daging Kurban adalah kunci Nirwana…
Asal Pengorbanan itu Halal… dan penuh Keikhlasan…

Selamat Hari Raya Idul Kurban…
…Mohon Maaf Lahir Batin… 

Jakarta, 26 November 2009.

Indahnya kematian bila kita dikelilingi orang orang terkasih…
Indahnya kematian bila lafaz Asma Allah melekat dilidah…
Indahnya kematian bila roh itu ditarik dengan lembut…
Indahnya kematian bila Amal kita sudah sempurna…

Kita akan tersenyum meninggalkan dunia fana ini…
Kita akan bertemu kekasih kita yang abadi…
Kita akan meninggalkan raga yang rapuh ini…
Kita akan mengerti makna kehidupan ini…

Kematian itu pasti…
Kematian itu misteri…
Kematian itu Fitrah manusia…
Kematian itu bait terakhir puisi tentang takdir…

Apakah kita sudah siap menghadapinya…
Apakah lumbung amal kebajikan kita penuh terisi…
Apakah semua cerita dunia sudah usai…
Apakah semua janji sudah dipenuhi…

Waktu kita kian dekat…
Waktu kita amat singkat…
Waktu kita hanyalah lintasan cahaya…
Waktu tak pernah menunggu…

Masihkah kita sombong tentang dunia…
Masihkah mulut kita tidak terjaga…
Masihkah perbuatan kita menyakiti sesama…
Masihkah tersisa waktu untuk kita…

 

Maka mulailah kita bersujud…

Duapuluh lima November tahun Sembilan

 

Kudekap tubuhnya untuk meredam isak tangisnya…
Garis tipis diwajahnya mengguratkan perjalanan hidupnya…
Cinta… Kamu tetap cantik…Waktu tidak bisa mengalahkanmu…
Cinta… Kamu tetap indah… Meski kau tercipta bukan untukku…

Bibir indahmu merintih …dalam lelap kau bergumam…
Ingin kubenamkan wajahku dalam bidang dadamu seumur hidupku…
Ingin kuhirup aroma tembakau tubuhmu sepanjang hayatku…
Ingin kuukir bait bait puisimu dalam kalbuku…

Duhai perkasa jangan kau lepaskan pelukanmu…
Aku lelah menjalani kehidupan ini…
Aku menangis menahkan kerinduanku…
Aku ingin bernafas dalam hembusan kasihmu…

Wahai cinta …jangan kau puja aku bagai berhala…
Wahai kasih …biarkan takdir merajah asmara derita…
Wahai denyut nadiku …biarkan darah cintamu mengalir ditubuhku…
Wahai matahariku… biarkan duka deritamu menjadi pukuk Smarandhana nirwana…

Air mata sebening permata itu masih mengalir…
Dengan tersedu bergetar bibir indahmu…
Duhai cahaya mata teduh tambatan hati…
Biarkan kupandangi wajahmu dalam berjuta sesalku…

Cinta… sungguh mulia pernah menjamahku…
Cinta… biarkan aku menyentuhmu…
Cinta… tenggelamkan aku dalam hujaman kasihmu…
Cinta… jalankan takdir itu dengan cahayamu ikhlasmu…

Cinta… Biarkan engkau tetap menjadi Legenda…  

Jakarta 24 November 2009


Hawa gunung itu kian menggigilkan…
Kami berjalan sambil bergandengan tangan…
Kugenggam jemarinya yang indah…
Pelukan dan candanya menghangatkanku…

Kami mendaki gunung itu dengan perlahan…
Seakan waktupun terhenti…
Akhirnya ujung pendakian itu tiba…
Pada lembah nan indah dengan hamparan pohon jambu…

Pohon jambu batu itu sering kujalin…
Hingga batang dan rantingnya membuat bentukan yang unik…
Kamipun berpelukan erat pada sebuah bangku kayu…
Sambil memandang sudut lembah yang dipenuhi bunga biru…

Kami berbagi khayal tentang cinta…
Kami berpagut dalam gelora asmara…
Kami berharap saat itu tak pernah sirna…
Kami adalah insan yang saling mendamba…

Jurang dilembah itu amat menakjubkan…
Penuh dengan batu luar biasa indah bentukan alam…
Kueratkan pelukanku seakan enggan berpisah…
Tatapan mata beningnya membuatku terlena di lembah bunga biru…

Ratusan Purnama telah berlalu…
Kudatangi lembah kenangan itu…
Waktu telah merusak keindahannya…
Tapi harum aroma tubuhnya masih ada…

Semua bunga biru sudah musnah…
Lembah itu dikotori sampah dunia…
Disudut kenangan itu aku masih berharap…
Ada dirinya dengan kuntum bunga biru menantiku…

Pada suatu masa di lembah itu…

Dua puluh tiga november tahun sembilan…

 

Lelaki yang mengembara bersama malam…
Beristigfar memecahkan misteri kehidupan…
Didakinya gunung terjal penderitaan…
Dikayuhnya biduk nurani membelah samudra kemunafikan…

Pada kepasrahan jiwa ia percaya…
Dia bertasbih bukan karena takut adzab neraka…
Lantun dzikirnya bukan mengharap nikmat surgawi…
Dia hanya mengalirkan sungai keikhlasan…

Pedang tawakal adalah Panglimanya…
Bagai mengiawalnya menghadapi cobaan dunia…
Takbir menggema dalam aliran darahnya…
Karena ia merindukan bertemu kekasih yang dicintainya…

Kesucian adalah air mata dalam sujudnya…
Oh yang maha Perkasa…Peluklah aku dalam ridhomu…
Oh yang maha penyayang…berilah aku sedikit cintamu…
Oh yang maha Pengasih…jangan biarkan sesat langkahku…

Ingin dititipkannya roh pada sang Maha Agung…
Agar terjaga lidahnya…
Agar terasah pikirannya…
Agar barokah kiprahnya…

Ya Allah… Maafkan dosaku…dulu…sekarang dan yang akan datang…
Jadikan firmanmu pemandu jalanku…
Berikan padaku keteguhan iman…
Supaya fitrah ketika kembali kepelukanmu…

Sembilan belas Sebelas Sembilan…