Archive for March, 2011


Rindu yang Terlarang…

Rasa rindu itu semakin berat …
Padahal sungguh tak pantas rasa itu kupendam ….
Karena kita bukan orang bebas seperti dulu lagi…
Kita harus bertanggung jawab pada mahligai yang kita bangun…

Tapi hidupku telah berubah amat tajam…
Pada saat kelembutan itu menyentuh kalbuku…
Pada saat kejutan kejutan luar biasa yang membiusku…
Padahal rasa itu amat terlarang untuk kita alami…

Cinta tak pernah bersalah …
Mencintai itu bukan Dosa….
Hanya jembatan penghubungnya kadang terputus …
Hanya kadang akhirnya nafsu menjadi panutan…

Apakah rasa rindu itu …
Rindu itu benih cinta yang tertanam pada kalbu yang indah ….
Rindu itu adalah khayalan keindahan tentang kasih…
Apakah Rasa rinduku memang terlarang …

Sekian lama kita tlah terpisah…
Tapi rasa itu tetap kujaga utuh…
Meski kadang mendua… tapi itulah hidup…
Ikhlas dan doa yang tulus membuat cinta tetap sempurna…

Cinta itu bukan dosa…
Dosa adalah dosa tanpa harus mencari pembenaran…
Biarkan rasa itu mengalir dengan perlahan …
Hingga tetap terjaga kesuciannya…

Maka diciptakannya surga…

Jakarta 24 desember 2009

 

Bahtera kasih bergerak perlahan…
Ombak amat bersahabat membawanya tanpa riak…
Layarnya terkembang dengan tiupan yang mengalun…
Dermaga dermaga dilaluinya tanpa pernah bersauh…
Tapi nun jauh disana ada sebuah dermaga kenangan…
Dengan pasirnya yang lembut…
Dengan aneka buah yang amat manis…
Dan taburan benih bunga asmara yang amat harum…
 

Pada remang malam yang dingin sang Nakhoda melamun…
Dermaga itu menantinya dengan angin kerinduan…
Seakan seluruh panorama itu memanggil manggil namanya…
Seakan keindahan itu memang tercipta untuknya…

Dicobanya untuk bersauh…
Nyiur hijau membelai mesra seluruh kalbunya…
Seakan mengerti dahaga nestapa dirinya…
Yang sampai ujung duniapun tak pernah ditemuinya…  

Kasih adalah terpaan kelembutan abadi…
Cinta adalah keikhlasan sejati…
Tanpa nafsu menyakiti…
Tanpa keinginan untuk menghancurkan…

Maka Diciptakannya Bintang bintang untuk penentu arah…
Maka dilantunkannya kalam ilahi untuk membuatnya tenang…  

Bintaro 21 Desember 2009


Cerita Buah Apel…

Merah merona…
Amat manis…
Senyumnya juga manis…
Buahnya juga manis..

Ada kupu kupu diatasnya…
Dia lincah juga bagai kupu kupu…
Dia datang bagai kupu kupu…
Dia hinggap bagai kupu kupu…

Ketika digigitnya…
Ketika bertukar rasa…
Apel itu tambah manis…
Bibirnya manis lembut bagai apel…

Aku takjub…
Aku masih takjub…
Aku masih terpana…
Aku masih rindu…

Pada matanya…
Pada senyumnya…
Pada kelembutannya…
Pada keindahannya…

Apel manis dan kupu kupu itu terbang…
Tinggal rasa itu yang tertinggal…

Puncak 18 Desember 2009.

Dibalik hutan kebimbangan ada sinar menerobos dedaunan …
Bongkahan batu kerinduan itu tersusun amat tinggi…
Dengan kelembutannya ia pahatkan prasasti cinta…
Yang terus melegenda bersama waktu …

Maha Karya Smarandhana adalah keindahan abadi…
Pada bibir kawah senyuman Sidhartha yang lembut…
Di Puncak stupa dahaga kasih yang amat syahdu…
Dan menjelajahi rongga tangga puncak Nirwana…

Keharumannya adalah sari pati bunga surgawi…
Yang akan terus merebak mewangi membius macapada..
Derap angin membuai mimpi penantian purna rupa…
Dan sosoknya adalah kokoh Kharisma yang kian teguh…

Maha Karya itu akan kekal bersama waktu…
Hanya tubuh lemah ini kian rapuh menopang atma…
Nafsu dunia kadang menghacurkan segalanya…
Hingga merusak roh suci keutamaan sejati…

Adakah kepuasan memberi kekuasaan fana…
Yang hanya dikenang bila hasrat itu tiba…
Atau Maha Karya itu memang harus ternoda …
Sejak wangsa syailendra mulai menghamba pada Candra Gupala…

Maha Karya harus tetap abadi…
Dengan cinta yang memelihara …
Tanpa nafsu untuk merusak dan menodai…
Tanpa hasrat untuk mengusai…

Biarkan Maha Karya itu tetap Suci abadi…
Dengan memandangnya dan menikmati keajaibannya 

Ketika embun malam mulai turun di bulan desember

Ketika engkau khu’su bersujud…
Menara menara makri’fat kian menjulang tinggi menembus langit…
Maka pintu langitpun terkuakkan…
Dan ruang hampa bergetar mengucapkan allahu akbar

Dengan kidung pada yang maha pengasih dan penyayang…
Sang betara kalapun memuntahkan rembulan…
Maka kegelapanpun terhempas dihalau pancaran doa…
Hingga menara cahaya kian berkilau keemasan

Ketika tonggak keikhlasan menghujam ke pusat bumi …
Ruku’ badanmu bagai bayi tanpa dosa
Dan sujudmu adalah hakekat yang utama…
Mengais cinta Allah dalam syare’atmu

Ketika menara cahaya sedang kau bangun…
Kita hanya memberi makna pada perjalanan hidup …
Ilmu dan peradaban takkan sampai
Kepada asal mula setiap jiwa kembali

Maka sembahyang adalah kehidupan itu sendiri…
Mentafsirkan seluruh ayat sampai nafas diujung langit langit…
Raga ini suatu saat akan renta dan tumbang…
Ketika hancur dan musnah, sujud mengutuhkannya

Sujud melayang di atas menara menara cahaya …
Mengitari istana rahasia misteri ketakwa’an…
Dimana ruang waktu hanya sesuatu yang fana…
Dan mengembara mencari kembali wajah itu

Sujudmu adalah pancaran sinar wajahmu …
Pancaran yang akan memebekas pada tiap dimensi waktu…
menyinari hatimu hingga sabar dan menjelma aulia,…
Menara cahaya itu akan menerangi jalanmu hingga mencapai Nirwana

Ketika sujud itu berakar dalam Kalbu… 

Jakarta 17 Desember 2009

Samudra biru tempat tertumpah milyaran air mata…
Adalah samudra ikhlas jagad raya…
Alampun berdo’a pada kodratnya …
Menaungi buana dengan wujud yang kian tak sempurna…

Pada cahaya rembulan ada pertanda…
Pada mentari ada kehangatan kasihnya …
Pada bumi tertanam benihnya yang memberi kehidupan…
Pada langit digantungnnya bintang bintang… pedoman ketakwaan …

Bumi gonjang ganjing… Alampun murka…
Dengan keserakahan manusia …
Dengan nafsu saling menghancurkan…
Dengan hilangnya rasa saling memaafkan …

Maka alampun mulai menangis…
Digelontorkannya banjir bandang..
Dihembuskannya Tsunami menghempas kemurtad tan …
Diguncang tubuhnya hingga luluh lantaklah kesombongan..

Manusia bagai ranting yang rapuh…
Manusia adalah tempat khilaf dan dosa bernaung ..
Maka bila saat itu tiba… kita hanya bagai mahluk melata…
Terhempas bagai ranting kering.. dan terbakar jadi abu yang beterbangan…

Hanya akal…iman dan amal…
yang membedakan kita dengan binatang 

Jakarta, 15 Desember 2009

Ada wajahmu dalam khayal wahai orang terkasih…
Inginnya aku berkelana dalam ruang rindu …
Menyentuhmu… mendekapmu…dan meresapi lembut bibirmu…
Hingga peluit panjang menghantarku meninggalkan Peron pengharapan…

Kereta Kencana itu berpacu dalam kilas kilas waktu…
Membawaku pada stasiun stasiun kenangan …
Pada kecup pundakmu… pada harum tanganmu…
Yang sering mengusai dunia mimpiku…

Aku dambakan dekap hangatmu…
Aku nikmati lembut bibirmu…
Aku kagumi gelak tawamu..
Aku rasai lagi kesabaran dan keikhlasanmu…

Aku lelaki Perkasa yang lemah pada cinta…
Aku menangis mengenang semua kesalahanku…
Apakah imanku amat lemah …
Apakah aku memang Pendosa…

Semua sujudku sia sia …
Semua amalku hilang percuma…
Aku hanyalah budak Nafsu…
Akulah Prahara …

Kereta kencana itu menghilang diangkasa …
Membawa kenangan yang masih tersisa …
Biarlah ia pulang pada belahan jiwanya …
Biarkan Takdir tetap sang Juara…

Terimakasih Cinta untuk segalanya…  

Jakarta,Akhir tahun Sembilan

Ketika benggala hati mulai suram…
Ketika cinta mulai dipertanyakan….
Itulah awal segala petaka…
Nafsu menjadi panutan yang penuh kebenaran…

Maka timbulah kebencian yang dipertajam…
Prasangka merajalela… hingga perangpun tak bisa ditunda…
Jika Imam hanya dianggap panutan yang semu…
Maka ikhlas dan fitrah kehormatannya sia sia…

Ketika benggala kalbu terkena pelangi buana…
Sinar cahaya surgawi mulai redup cahayanya….
Karena intan permata duniawi lebih berbinar ujudnya…
Sehingga Fisabililah hanya penghalang riasan…

Yang dicari hanya pujian macapada…
Yang penuh dengan topeng topeng kemunafikan…
Yang penuh kenikmatan wadag yang sementara…
Hingga Jihad pun hanya bagai tindakan tanpa akal…

Ketika benggala jati diri hanya semu…
Ketika semua kekhilafan adalah pembenaran….
Itulah yang akan terus tampak membayang…
Kalam ilahi yang mengalun hanya kidung tanpa makna..

Maka mulailah sang iblis menari gembira…
Dengan iringan musik sang pengahasut..
Dengan rayuan simpati penuh haru biru…
Hingga kehancuran itu tercipta…

Mari kita mulai jujur pada diri sendiri…
Apakah tindakan tindakan itu tak bermakna..
Apakah kita sudah pandai bersyukur …
Apakah Hukum Ilahi sudah tak berarti…

Untuk kehancuran sebuah bahtera kesucian…
Malaikatpun menangis karena satu takdir lagi ternoda…

Jakarta, Desember 2009

 

 

Perjalanan Panjang…

Perjalanan panjang mencari kepingan hati…
Menyusuri kenangan di belanta dunia yang asing….
Memungut sepotong demi sepotong beton keangkuhan…
Merayapi pilar pilar kegundahan…

Maka ketika wujud itu mulai membayang …
Pada relief relief kemerahan yang menjulang…
Kepingan kepingan itu mulai kurangkai…
Perlahan keindahannya mulai merajut rupa…

Pentas para kaisarpun mulai digelar…
Dengan banteng mendengus menghujam….
Dengan harimau nafsu ganas mencakar …
Dengan keringat para petarung yang mulai menggelepar…

Ketika pertarungan itu usai …
Ketika darah bercampur dengan keringat….
Ketika hujaman hujaman itu kian dalam …
Pertarungan itu berakhir dengan senyum kepuasan…

Perjalan panjang itu penuh makna …
Bahwa pertarungan kehidupan terus berlangsung …
Dibalik dinding dinding kerapuhan hati…
Diantara kelaparan jiwa yang hampa…

Ketulusan jiwa adalah bekal keimanan…
Dan …
Keikhlasan adalah benteng kemulyaan … 

Jakarta, Desember 2009

Ketika air matamu membasahi pundakku…
Ketika pelukanmu kian erat…
Kusapu bibirmu dengan semua hasrat yang ada …
Kubenamkan kerinduanku hingga kita terlelap…

Hujan itu semakin deras …
Burung besi itu akan menelan bayang indahmu …
Meninggalkan gelegar hati …
Membawa separuh nafas Cintaku terbang keangkasa …

Masih tercium aroma tubuhmu sepanjang lorong itu…
Masih membekas rasa cintamu pada dadaku …
Masih bergema tangismu dalam kamar itu…
Masih ada cinta pada tilam sutra itu …


Malam itu malam terakhir …
Ketika bayang tubuhmu berlalu…
Dengan pakaian indahmu kau melambaikan tangan…
Pada tangga pesawat yang berkilau …
Engkau merintih dalam doamu…

Engkau tersenyum menghapus gundahku …
Wajah dan cintamu tertinggal disini…
Pada lelap gadis mungil buah cinta kita …

Puisi buat seorang sahabat yang Perkasa …

Delapan desember tahun Sembilan