Latest Entries »

Melati Putih…

Melati putih itu berkembang disudut hati…

Tidak indah menawan tapi ia putih bersahaja…

Bercahaya ketika tertimpa cahaya rembulan malam…

Harumnya menyusup perlahan mewangi sepanjang malam…

 

Kupetik Perlahan dan kuhujamkan dengan kelembutan…

Kubaringkan pada benang jiwa hingga bersatu utuh…

Kulingkarkan pada leher jenjangmu yang kian berpelunh…

Dan… aroma suci itu membaluri seluruh tubuhku…

 

Engkau menangis dalam diam…

Isakmu terserak dalam prada yang tercemar memerah…

Kau benamkan seluruh asamu dalam pelukanku…

Kubelai dan kuciumi wangi melati itu pada Rambutmu…

 

Melati putih itu kian menawan…

Bergoyang menari dalam semilir angin…

Berderak tergesek dahan rantingmu…

Dan… meneteskan embun pagi dalam tiap helai bungamu…

 

Sinar pagi membuat dirimu putih bercahaya…

Tapi Harum itu tetap menempel dalam setiap lekuk tubuhmu…

Berkubang kecipak tirta melati…

Meresapi tiap helai aroma putih wangi wujudnya…

 

Aku terlelap dalam taburan bunga melati…

Aku tertidur dalam tilam keharuman yang mempesona…

Melati itu tetap Harum…

Meski Kelopak Kesuciannya Hancur Berserakan… 

Bintaro Tahun Dua Belas…

Stasiun Penantian…

Kilatan kilatan itu berlalu amat cepat…

Aku berdiri terpukau menatap cahayanya…

Kian pendar bayangku menyatu dalam sinar yang menyilaukan…

Waktu terus berjalan dengan amat Dahsyat…

Stasiun itu tetap menemani Penantianku…

Membunuh waktu dengan mencumbu akalku…

Menyesuaikan dengan perasaannya…

Bercengkrama dengan pola pikirnya yang membingungkan…

 

Aku bergegas dalam kegundahan yang kian dalam…

Dengan beban yang membutakan…

Dengan  keinginan yang tak kumengerti…

Hingga aku terhempas kian dalam…

Dalam gulita dentaman dentaman itu menggugahku…

Mencoba menyeret langkah yang limbung…

Kumerenung dalam persinggahan bisu itu…

Ingin kubenamkan tubuhku dalam Cahayanya…

Hingga waktu yang tertinggal hanya sekejap…

Membekas dalam estalase yang menggiurkan…

Setiap saat membius dan menghancurkan…

Tapi semuanya menyadarkanku dalam Ma’rifat…

Stasiun terakhir kian dekat…

Terdengar kidungnya dalam Kalbu…

Berkumandang gemanya dayu merayu…

Perlahan menuntunku melalui kelembutan Ikhlas…

Aku Pasti segera kesana ya… Rabb…

Menagih janjimu tentang Nirwana…

Desember 2011

G A M A N G…

Aku tak tahu lagi tempat ku berpijak…

Antara khayal dan kenyataan…

Antara kebimbangan dan kepastian…

Antara kemunafikan atau kejujuran…dan… ada dan tiada…

Topeng topeng kemunafikan berkeliaran…

Sehingga jejak langkah kian pudar…

Lalu jati diri jadi tersamar…

Tapi pegangan yang utama adalah…Allah..

ikhlas menjalani takdir..Meski berat…

Tapi itulah ilmu tawajuh…

Supaya kita Ma’rifat… Mengenal…Dari mana kita berasal…

Jati diri…  Itulah sumber kekuatan sejati…

Karena akhirnya kita harus pulang…

Dengan segala pertanggung jawaban..

Catatan seorang Sahabat,,,


Kepada Mimpi Itu…

Kepada mimpi itu aku terus bertanya…

Kenapa Musim penghujan menenggelamkan waktu…

Kenapa Sepi bercermin dalam riak yang terus mengaburkan…

Kenapa Titik hujan membentuk pusaran hasrat yang kian buram…

Kepada mimpi itu aku terus bertanya…

Kapan sinar terang rembulan itu datang…

Kapan gema itu mengembara di tiap sudut hati…

Kenapa arus itu kian deras menghanyutkannya…

Kepada mimpi itu aku terus bertanya…

Kenapa guratan guratanmu berlinang air mata…

Tapi mata batinku tak bisa lagi membaca kegundahan…

Mengapa Huruf huruf itu beterbangan dalam benak anganku…

Kepada mimpi itu aku bertanya…

Kenapa Kalam kalam silam itu teonggok dalam diam…

Mengapa anggukannya menghentikan raga untuk bicara…

Kenapa harus Kuulurkan tanganku menggengammu dalam buih arus…

Kepada mimipi itu aku selalu bertanya…

Kenapa Dalam tenggelam itu ada getar penuh suaranya…

Mengapa Dalam butir air itu ada sejuta kisah yang tak terungkap…

Kenapa Dalam lenguh kelelahan itu seluruh asa seakan menyatu…

Kepada mimpi itu aku berharap…

Biarkan aku terlelap dalam dekapannya yang hangat…

Sambil mebujukmu agar engkau tak pernah akan terjaga…

 

Akhir Oktober 2011…

 

R e d u p…


Waktu berhenti berputar beberapa saat…

Ketika tatapan itu dating menerjang dengan tiba-tba…

Mulutku terkunci Lidahku terbelenggu…

Hanya suara sapanya menggema dalam ruang waktu yang pernah ada…

 

Mantra mantra itu begitu sempurna, padahal hanya sebuah kata…

Tapi membuatku beku akan semua kesadaran yang tertata…

Kisah itu memang tak pernah sempurna…

Tapi tetap ada meski sudah kucoba untuk menghancurkannya…

 

Sekokoh apapun batu karang itu dia hancur oleh titik air…

Meski hati ini sudah membeku tapi getaran itu tak pernah sirna…

Parasnya tersenyum tatapannya mengembara…

Tutur katanya bagai gaung ditengah Rimba yang kukenal…

 

Ingin kumasuki hutan belantara itu,…

Kusesatkan langkahku kedalamnya…

Kutenggelamkan diriku dalam lautan Gundahnya…

Dan… Terbang mengembara beserta seluruh rasa cintanya…

 

Tapi tubuh ini terbenam dalam kubangan cinta lain yang kubuat…

Meski tak sempurna. Tapi itulah dunia nyata…

Yang terisi gelak tawa manusia manusia terkasih…

Atau Isak tangis rengek manja belahan jiwa…

 

Cinta tak pernah saling menyakiti…

Hanya terjangan air yang lembut…

Hanya hempasan angin yang sepoi…

Hanya guguran batu amarah yang kerikil…

 

 

Waktu berjalan Perlahan…

Perlahan wajah itu berpaling dengan senyum sempurnanya…

Air matanya tumpah, namun ia bahagia dalam pengertiannya…

Sekali lagi mungkin ia bersembunyi dalam kesakitannya…

 

Tapi dengan bekal kasih yang tulus, pasti ia Perkasa…

Dan Bayangan indah itu hilang dalam kabut…

 

Oktober 2011…

Rhamadan Yang Menangis…

Rhamadhan kian tua…

Langitnya tak lagi bercahya…

Ia lelah mengelilingi dunia…

Membawa amanah malam seribu bulan…

Ditelusurinya rumah rumah Allah didunia…

Tapi tafakur itu tak pernah khusu…

Hanya berisi keluh kesah tanpa desah ikhlas…

Bersujud hanya ritual tanpa Hakekat …

Didatanginya pinggiran dunia…

Tempat nelayan berkelana dengan biduk ketentraman…

Tempat tafakur yang sempurna…

Yang dijumpai hanya tawa dan dentum bom air merusak terumbu karang…

 

Didakinya puncak gunung gunung pencakar nirwana…

Yang didapat hanya telapak dusta dan jejak angkuh pengelana…

Tangis itu bukan rasa syukur tapi hanya rasa pongah yang tertunda…

Dan kembali tangan tangan kotor itu menghancurkan puncak dunia…

Ia mencoba berpaling ketengah kota…

Mungkin dari hiruk pikuk ini manuasia mendapatkan Pencerahan…

Mungkin diantara maksiat dunia terdapat mutiara Marifat…

Mungkin dilumpur dosa ini intan pewrna surga…

Dilorong lorong itu hanya bencana….

Disetiap kelokan gang itu hanya maksiat nyata…

Digedung gedung itu hanya tempat berkumpulnya tipu daya…

Disetiap rumah rumah itu lafaz al Quran telah tiada…

Ia semakin kecewa…

Tapi disudut itu ia terkesima…

Ada seorang bocah tertunduk pasrah dan menerawang keangkasa…

Ah… itulah mungkin sang Auliya…

Dihampirinya dengan amnah yang akan ia tumpahkan…

Hatinya bungah karena amanat itu akan tersampaikan…

Tapi bocah itu mengais menengadah dan tersenyum,,,

Sang bocah sedang mencetak Narkoba…

Rhamadan itu menangis…

Melolong meraung dan gemanya membahana…

Sekali lagi Amanah itu tak pernah bisa disampaikan…

Palembang akhir Rhamadan 2011…

Para Pendosa…

Pada ruang yang dipinjamkan semesta, ditapakkan kakinya…

Pada tiap lorong lorong jalan yang dibayangi temaram lampu kota…

Yang selalu menawarkan kehangatan pada kelamin kelamin yang kelaparan…

Kemudian berlalu dengan meninggalkan jejak erang tertahan…

Lelaki menjadikan selongsong jiwa wanita berarti dan dibutuhkan…

Meski hanya satu lenguhan tapi harga dirinya telah ia tanamkan…

Padahal hanya imbalan dan bongkahan keringat yang dipertaruhkan…

Malam menutup aib cela dan  membenamkan rasa malu pada jurang bumi…

Angin kian basah meniupkan dosa dosa…

Malam selalu punya cara untuk menyimpan rahasia anak manusia…

Bagi mereka dunia dengan kenikmatannya menjadi kewajiban…

Tidak ada yang abadi kecuali nafsu yang menjadikannya budak setia…

Cinta hanya diciptakan untuk orang orang suci…

Yang menjunjung tinggi harga diri…

Cinta adalah tanda mata telah saling mengasihi…

Bukan untuk dijual tapi untuk dibagikan keindahannya…

Terang benderang semua langkah pencuri…

Dengan seragam dan pidato tentang keadilan yang merata…

Tapi kemudian tangannya merayap pada meja dengan timbunan harta…

Terbahak dengan tumpahan nafsu yang terekam nyata…

Siang bagi para pendosa ini menunjukkan wujud yang jelas…

Tentang Visi Misi dan Komisi yang pasti…

Harga diri adalah permainan politik kata yang bisa dicitrakan…

Sementara azas Lupa adalah dalil sempurna ketika semua terbuka nyata…

Para pendosa hanya beda kasta…

Mereka hanya binatang melata…

Yang bersembunyi diselangkangan dusta…

Rhamadhan 21 Agustus 2011

Rongga Waktu…

Perjalanan ini seakan tiada akhir…
Mengarungi samudra kehidupan yang kian penuh gelombang…
Berbaris dengan kenangan tentang kesempurnaan…
Dengan dermaga yang buram bagai bayang-bayang…
 
Waktu berlalu amat cepat…
Garis waktu menggurat berbaris didahinya…
Kerutan wajahnya mewakili semua kenangan yang ia buat…
Dan… Putih rambutnya adalah helai kebijaksanaan yang ia pelajari…
 
Namun wajah indah itu tetap tersenyum….
Kecantikan wajahnya tak pernah pudar dimakan waktu…
Tangannya yang halus tetap dengan lembut membelaiku…
Dan… desah keindahan itu tak pernah berubah…
 
Satu kali almanac lagi kita lalui waktu kita…
Satu rintangan besar lagi telah kita lalui…
Kadang perahu itu bergetar karena hempasan ombak…
Kadang bocor karena kerapuhan iman kita…
 
Tapi kita tetap tegak diterpa angin yang kian lama kian terasa kencang…
Mungkin raga kita memang tak sempurna dan gagah seperti dulu…
Kita harus berselimut dalam kedinginan iman yang rapuh…
Mungkin kita harus lebih banyak untuk bersyukur…
 
Perahu bergerak perlahan tertiup angin sepoi…
Sejenak kau sandarkan kepalamu dalam pelukku…
Ya… Allah yang maha mulia…
Berikan kami keimanan dan keikhlasan hingga akhir hayat…
 

Kita tertidur…

Dan… Biduk itu tetap kokoh menembus Kabut…

15072011

P u n a k a w an …

Semua keindahan pekerti selalu ditulis dengan Simbol…
Semua tutur bermakna selalu dengan symbol…
Semua Kodrat dan pertanda adalah symbol…
Semua firman dalam kalam adalah symbol…

Wayang adalah symbol bergerak nan indah…
Penuh ukir perilaku yang rumit dan menakjubkan…
Penuh warna pertanda dengan pulasan ketekunan…
Penuh nuansa dengan lantunan doa tersembunyi…

Ibarat semar adalah samg Ismaya…
Atau Asmaku… Simbol Keimanan dan keteguhan…
Karena ibadah harus didasari keyakinan yang kuat…
Agar ajarannya tertancap dengan kuat dalam Sanubari…

Nala Gareng asal kata Naala Qorin…
Artinya memperbanyak Silatulrahmi…
Atau sesuai dengan tujuan Dakwah…
Atau disebut juga Amar Ma’ruf…

Petruk asal kata dari Fatruk…
Yang artinya Tinggalkan semua sifat Buruk…
Menyebarkan banyak kebaikan pada sesama mahluk…
Atau disebut juga Nahil Munkar…

Tokoh Bagong asal kata dari Bagho…
Artinya pertimbangan Makna dan Rasa…
Antara yang baik dan yang buruk…
Dan… Harus berani melawan kezaliman…

Semua makna itu terbingkai dalam wujud tidak sempurna…
Menertawakan diri sendiri…
Mencoba menghadapi hidup denga senyum…
Hingga Simbol symbol itu tertanam dalam sanubari…

“Ketidak Sempurnaan adalah fitrah Manusia…”

Dua Satu Dua Satu Satu…

 

Pada Dunia yang penuh khianat…
Pada saat semua Arca hancur dan Lautan mengering…
Tapi orang yang beriman dan berdzikir pasti selamat…
Dijaga Malaikat… Dikelilingi Bidadari…

Karena semua ruh rasul menyatu ditubuhku…
Hatiku Adam… Otakku Baginda Sis…
Bibirku Musa… Nafasku Nabi Isa…
Nabi Yakub mataku…. Yusuf Wajahku…
Nabi daud Suaraku… Nabi Sulaiman Kesaktianku…
Nabi Ibrahim Nyawaku… Idris di Rambutku…
Baginda Ali Kulitku… Darah dagingku Abu Bakar Umar…
Tulangku Baginda Usman… Sumsumku Fatimah yang mulia…
Siti Aminah kekuatan Badanku… Ayub Kin dalam ususku…
Nabi Nuh di Jantung… Nabi Yunus di Ototku…
Mataku Nabi Muhamad… Wajahku Rasul dipayungi Syareat Adam…
Semua Mukjizat Rasul… Menjadi Satu dalam Tubuhku…

Seluruh kejadian berawal dari ruh yang satu…
Kemudian berpendar cahayanya keseluruh Dunia…
Terimbas oleh dzatnya yang Agung…
Dan menjadi Penyembuh semua Penyakit Dunia…

Kidung Rumeksa ing Wengi…

Sunan Kalijaga.