Archive for March, 2011


Cahaya Dari Timur…

Matahari menyapa hangat dari timur…
Matahari itu bertutur lembut…
Matahari itu tertawa renyah…
Matahari itu menebar keceriaan…

Teringat wajahnya yang mungil…
Teringat pandangannya yang polos…
Teringat pelukannya yang indah…
Teringat Tangisnya yang kini membuatnya mengerti…

Pada lelaki yang hilang dari sorga…
Yang bercumbu dengan duka nestapa…
Yang bersahabat dengan prahara…
Yang menemukan keagungan cinta…

Mereka terlena…
Mereka tertawa…
Mereka bertanya…
Ada apa dengan cinta…

Melantunkan kisah tentang kesucian…
Berkelana dalam asmara…
Bercanda dengan duka…
Berbagi cerita tentang dunia…

Matahari mulai meninggi…
Cahayanya mulai menyilaukan…
Tapi masih ada kisah yang terputus…
Tentang Legenda Matahari yang tak pernah Sirna…

Semoga disuatu masa kisah itu akan sempurna…

Salam Matahari Rindu buat Dirinya…

Pada alam ada pertanda…
Pada buana ada hembusan nafas sang Pencipta…
Langit jingga menyimpan duka…
Kisah anak manusia dilanda prahara nestapa…

 

Kemesraan itu masih ada…
Cinta itu pernah tercipta…
Tergambar nyata dihamparan mega…
Mengembara bersama sang surya…

Mutiara bening itu mengalir…
Bagai menguras muara duka…
Tapi legenda telah tercipta…
Tentang Elang penjaga Cinta…

Kepaknya menari diangkasa…
Dengan nyanyian kidung kidung cinta…
Bernaung dipucuk cemara…
Bertualang di samudra samudra asmara…

Lukisan alam itu mulai menghilang…
Gumpalan awan hitam menutupinya…
Hingga macapada gelap gulita…
Bahkan lumba lumbapun enggan bersuara…

Perlahan embun turun bak hujan permata…
Kristal kristal bening itu menghangati tubuhku…
Alampun menangis dalam kepasrahan jiwa raga…
Kudekap ciptaannya … Hingga bersatu dalam Nirwana…

Kupersembahkan pada alam dan semua keindahannya… 

Delapan belas november tahun Sembilan

Ditebarnya jala Asa dengan penuh pengharapan…
Dikayuhnya biduk untuk membelah keangkuhan samudra…
Dilepasnya kail bermata Cinta untuk umpannya…
Lalu dinantinya angin utara untuk memecah rindunya…

Penantian itu terasa indah…
Camar laut melantunkan kidung smaradhana…
Sinar Bagaskara menghangati hatinya…
Dan… Kulit legamnya berkilat diterpa cahaya…

Lantunan doa menari dengan ombak lautan…
Kalam kalam itu menggambarkan buih Kemulyaan…
Ayat ayat itu tergambar jelas di Cakrawala…
Hingga Mega bagai kanvas yang membentang diangkasa…

Lukisan kalbu mulai bersinar…
Bergerak dengan tarian para tuna…
Yang memercikkan air pengharapan…
Mengakhiri hantaman badai penderitaan…

Hingga jala menuai pertanda…
Dengan nikmat rengkuhan buah Cinta…
Disimpannya dalam Mahligai yang kekal…
Hingga abadi bersemayam…

Dalam tiap hikayat…
Dalam tiap kidung pengharapan…
Dalam tiap pertanda alam…
Dalam tiap kalam yang tercipta…

Jakarta 17 November 2009

Kenangan itu tergurat amat dalam…
Hingga sulit untuk menghapusnya…
Keindahan itu sangat sempurna…
Hingga tak mungkin membuatnya sirna… 

Goresan goresan itu sudah berserakan dalam ruang khayal…
Mengisi tiap sudut kertas jati diri…
Hingga menghilangkannya adalah mustahil…
Tapi bait bait itu memang menghanyutkan…

Kukumpulkan serpihan itu…
Kurangkai dengan seluruh ingatanku…
Hingga membuatnya utuh…
Tapi memang kesempurnaan itu mustahil…

Kuraut lagi mata pensilku hingga tajam…
Kutorehkan rajah rajah kegundahan…
Kuikuti kemana goresan itu membawaku…
Hingga berkelana dalam ruang kalbu yang terdalam…

Tangankupun menari diatas kertas…
Kadang meliuk indah bagai bedoyo keraton…
Kadang menghentak bagai tari kecak…
Kadang bergerak lincah bagai tari reog…

Kunikmati getaran getaran itu…
Kuresapi semua anugrah itu…
Kubawa diriku berkelana dalam dunia tanpa batas…
Hingga aku terlelap…

Alhamdullilah…  

Meski tak sempurna… Guratanku pernah ada…

Tujuh belas november tahun sembilan…

Kata yang sangat ajaib…
Singkat… namun maknanya luas…
Ia tumbuh dari lubuk hati yang paling dalam…
Ia bait mantra para malaikat yang terpenggal…

Mengalir…
Menusuk…
Menggetarkan…
Melegakan…  

Begitu kita mengucapkannya ada sejuta pengharapan…
Begitu bergulir ada prahara kerinduan yang terhempas…
Dan tanggul penantian kalbu sedikit terungkap…
Hingga hawanya mengalir menghangatkan kalbu…

Aku juga rindu…
Rindu semua kenangan itu…
Aku Rindu sensasi anugrah perasaan itu…
Bahkan tergetar untuk berusaha menahannya…

Aku rindu kasihmu ya.. Rab…
Aku haus berkahmu ya gusti…
Aku Ikhlas dengan semua takdirmu…
Aku ingin kembali dalam dekapanmu…

Kristal itu mengalir Hangat… Penantian itu Semakin Dekat…

Lima belas November Duaribu Sembilan…

Malam menggayut dipundakku dengan manja…
Kuhidupkan waktuku dengan mulai bertafakur…
Gema ritmisnya membuaiku dengan lembut…
Aku tak pernah membunuh waktuku yang berharga…
Karena ditiap hembusan nafas waktu ada doa ayah ibuku…

Aku senang bermanja dengan waktu…
Maka kuhindari kelembutan rilam beralas sutra…
Kupejamkan mata dalam anganku…
Kucumbu waktu dengan petualanganku…

Aku amat mencintai waktuku…
Kuhargai ia dengan seluruh karyaku…
Kudekap ia dalam seluruh perjalananku…
Hingga kadang waktu terlelap bersamaku…

Aku tahu ikatan dengan waktu hanya sekejap…
Hingga kugauli dia dengan seluruih jiwa ragaku…
Kubasahi dia dengan peluh tanggung jawabku…
Kumanjakkan dia dengan lenguh kepuasankku…

Karena hanya sang waktu yang mengisi kekuranganku…
Karena dia mengabaikan kekosonganku…
Ketika butiran kristal titik embun menyapaku…
Ada cahaya merah yang menggairahkan diufuk menghangatkanku..
Allahu Akbar…

Tahukah kawan Tepat Ditengah Malam Tanaman Akan Berkembang…

November Tiga belas Tahun Sembilan…

Genggaman itu masih terasa hangat…
Buih ombak tepi pantai masih menggelitiki kaki…
Sinar kemerahan itu masih senantiasa muncul…
Tapi bayanganmu menghilang…

Tatapan mata itu seakan menusuk jantungku…
Inginnya kurengkuh dalam dalam…
Agar engkau terlelap dalam dekapku…
Agar engkau terus bermimpi tentang aku…

Kemesraan itu masih memagut telak dijantungku…
Dalam tiap tarikan nafasku…
Dalam tiap perjalananku…
Dalam tiap petualanganku…

Kusalahkan waktu untuk itu…
Kusalahkan kenangan yang membentukku…
Kuhempaskan kerinduanku pada bayang semu…
Hingga tiap pelabuhan cinta kusinggahi…

Aku Teringat akan Cinta…
Aku selalu meninggalkan luka…
Akulah sang Prahara…
Hingga kemesraan itu tak bermakna…

Disuatu Tempat… 12 November Tahun Sembilan…

Kematian itu sesuatu yang pasti…
Tinggal kapan saat itu datang…
Bagaimana ajal itu tiba…
Sedang apa diri ini ketika malaikat maut menjemput…

Kita tidak pernah tahu datangnya kematian…
Kita harus mengisi hidup ini dengan karya…
Kita isi dunia ini dengan Cinta…
Kita coba untuk mendapatkan Keikhlasan Tuhan…

Dengan itu Kematian itu bermakna…
Dengan Siraman doa orang orang terkasih…
Dengan tangis cinta orang terdekat…
Dengan guratan cerita tentang kebajikan hidup…

Mari kita coba mulai merenungi perjalanan hidup kita…
Mari melakukan hal hal kecil untuk orang orang terkasih…
Mari kita belajar menolong orang yang membutuhkan kita…
Mari kita mencoba perduli pada lingkungan kita…

Dan… Sholatlah… sebelum engkau di Sholatkan…

Renungan Diri… Tiga puluh Oktober Tahun Sembilan…

Ombak yang ramah membelai kakiku…
Kehangatan mentari sore menyinari wajahnya yang indah…
Bibir tebing itu menghalangi sebagian sinat bagaskara…
Tapi membentuk belahan kemerahan yang luarbiasa…

Alam begitu hening menggigit nurani ketenangan…
Debur air laut mengalunkan simfoni menakjubkan…
Membuat demam dan gigil keindahan…

Memeng kita hanya Titah Sawantah…
Bagai butir butir pasir di pantai…
Yang berserakan dihempas sapuan ombak…
Kita adalah makhliknya yang maha tidak sempurna…

Tapi kita telah memberi makana kehidupan ini…
Dengan tangisan kita…
Dengan Tawa Riang kita…
Dengan karya kita…
Dengan cinta kita…
Dengan doa kita…

Walau tak pernah sempurna…
Tapi itulah keindahan hidup…
Tapi itulah misteri kehidupan…
Dan memang itulah fitrah kita sebagai manusia…

Mari kita nikmati waktu kita sempit…
Karena yang pasti adalah Perubahan…
Karena yang pasti adalah Datangnya Kematian…

Semoga Air Mata dalam Sujudku mempunyai Makna…

Oktober dua tujuh Tahun Sembilan…

Bait bait yang terkalam indah…
Membius Irama hati resah…
Menggugah Nada nurani yang gundah…
Menaungi gelegak kibasan hati yang menggema…

Gaungnya bergelora dalam hati sanubari…
Berkisah tentang jutaan Smaradahana…
Yang mengembara menembus ruang waktu…
Hingga menghadirkan Nostalgia yang masih terpatri nyata…

Kembara kembara Rindu…
Kembara kembara Harap…
Seakan berpacu saling mengharu biru…

Tapi angan adalah anugrah terindah…
Hingga hinggap setiap saat dalam mimpi…
Yang mempesona… yang melarutkan kebekuan seonggok cinta…
Hingga terpana dalam fatamorgana…

Mahligai itu tetap terjaga…
Meski Prahara kerap hinggap menerpa…
Tapi kidung itu telah tercipta…
Menorehkan keagungan yang tak lekang oleh masa…

Maha Besar Allah dengan segala Firmannya…

Bintaro 24 Oktober 2009